Matahari sudah mulai berangsur ke barat, tak lama lagi hari akan berganti namun sisa-sisa panas teriknya masih terasa menyengat kulit kepala. Ia masih berusaha menjejakkan kaki beberapa langkah lagi sebelum berhenti dan mengatur nafasnya yang terengah-engah. Perjalanan mendaki yang dilakukannya sejak dinihari tadi membuat paru-paru, jantung dan otot-otot tuanya harus bekerja keras. Gunung Nebo yang didakinya tak seberapa tinggi, namun di usianya yang senja ia tak sekuat dulu lagi. Otot-otot kakinya sering kram jika berjalan terlalu lama, apalagi lereng gunung ini cukup terjal dan nafasnya tak sepanjang ketika ia masih muda. Tetapi, hasrat untuk mentaati perintah Tuhan dan melihat hasil perjuangannya selama sekian puluh tahun membuat semangatnya tak padam. Tanpa ragu-ragu ia meneruskan langkah kaki supaya segera tiba di puncak gunung.
Ia tertegun setelah tiba di puncak gunung. Tangan kirinya mengusap-usap kedua matanya seolah tak percaya dengan apa yang dilihat. Tangan kanannya mencengkeram tongkat gembala yang setia menemani. Ia menatap lembah di hadapannya dengan berbagai macam perasaan yang bergelora di dada. Di kejauhan, Sungai Yordan yang berliku seolah ular sanca yang tengah menikmati sinar matahari setelah kenyang menyantap mangsa. Airnya yang jernih berkilat-kilat terkena sinar matahari, bagaikan setumpukan mutiara yang berjajar-jajar untuk membatasi padang tandus dengan hamparan padang rumput hijau dan hutan lebat di seberang sana. Nampak sekali perbedaan padang belantara yang sedang dilewati bangsa Israel dengan tanah subur yang dijanjikan Tuhan sebagai Tanah Perjanjian untuk Israel. Tak heran jika Yosua dan Kaleb yang telah menyelidiki daerah itu selama 40 hari memberikan laporan dengan penuh semangat. Mereka merobek-robek baju dan menangis meraung-raung ketika 10 mata-mata yang lain menyampaikan laporan yang bertolak belakang, membuat segenap bangsa Israel berkecil hati. Akibatnya mereka saling menghasut untuk mencari pemimpin baru, mengabaikan janji Tuhan dan hendak kembali ke Mesir.
Lalu berbagai kenangan kejadian berpuluh tahun yang lalu sejak dari Tanah Gosen berlompatan dari benaknya. Dengan kuasa dari Tuhan yang diberikan kepadanya, sepuluh tulah ditimpakan kepada orang Mesir: air menjadi darah, katak, nyamuk, pikat hingga semua anak sulung mati. Ia belum dapat melupakan jerit tangis yang melanda seluruh Mesir malam itu. Lalu maha-mukjizat di Laut Merah ketika Tuhan membelah laut untuk menyelamatkan Israel, pemeliharaan Tuhan di padang gurun, tiang awan, tiang api, manna, burung puyuh, air yang berlimpah, hingga peristiwa di padang gurun Zin. Ketika bangsa Israel kehabisan air dan mulai menghujat kepemimpinannya. Ia murka terhadap umat Israel. Ia merasa diremehkan, jerih payahnya tidak dihargai, pengor¬banannya sia-sia dan ia melampiaskan kejengkelannya kepada bukit batu itu. Berbeda dengan perintah Tuhan, dipukulnya bukit batu dengan tongkat supaya mengeluarkan air.
... tak terasa setetes air mengembang di pelupuk matanya dan tanpa disadari menitik di pipi. Pipinya telah mengeras bagaikan bukit batu, dimakan usia dan cuaca padang gurun. Namun hatinya telah dilembutkan Tuhan. Ia sudah meminta ampun kepada Tuhan atas dosanya itu, tetapi untuk sikapnya yang tidak memiliki kerendahan hati itu Tuhan tidak mengijinkan Musa memasuki Tanah Perjanjian. Dan saat ini ia hanya diperkenankan memandang “hadiah” yang disediakan Tuhan bagi generasi baru bangsa Israel, mereka yang tidak terkontaminasi oleh roh ke¬tidak¬taat¬an.
Kali ini ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Ia taat dan merendahkan hati di hadapan Tuhan, bagaimanapun Tuhan telah memberi mandat kepada Yosua – pemuda yang luar biasa itu – untuk menggantikannya memimpin umat Israel memasuki Tanah Perjanjian.
---
Kisah di atas adalah fantasi penulis terhadap perjalanan terakhir Musa sebelum bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian. Ia harus membayar mahal atas kesalahan yang dilakukannya di padang Gurun Zin (Bilangan 20:1-12). Kehormatan hanya layak diberikan bagi mereka yang rendah hati. Amsal berkata, "kerendahan hati mendahului kehormatan" (Amsal 15:33 dan 18:12). Dalam sebuah teladan yang diberikan oleh Yesus, digambarkan orang yang rendah hati akan menerima kehormatan. (Lukas 14: 10).
Apapun profesi kita dan di manapun pekerjaan kita baik bekerja di kantor atau di lapangan, di dalam rumah, atau di luar rumah, firman Tuhan mengajarkan bahwa buah dari menekuni talenta pada profesi kita masing-masing adalah kehormatan. Semua jenis pekerjaan yang dikerjakan dengan rendah hati dan diiringi dengan takut akan Tuhan adalah mulia di hadapan Tuhan. Dan ke sanalah ganjaran akan diberikan yaitu pertama kekayaan dan kedua kehormatan (Amsal 22:4).
--oOo---