Dahulu, di sebuah pantai dengan tebing terjal ada sebuah gardu penolong bagi orang yang mengalami kecelakaan. Di daerah itu sering terjadi kapal karam. Gardu ini tidak lebih dari sebuah gubug dan hanya ada satu kapal saja. Orang-orang yang mendiami gardu itu adalah kelompok aktif yang selalu siaga mengawasi laut dan tak perduli akan hidup dan keamanan diri. Jika ada tanda-tanda terjadi kapal karam di suatu tempat, mereka siap sedia keluar menolong tanpa takut, meskipun dalam gelap dan badai. Banyak orang tertolong dan gardu itu jadi termasyhur.
Ketika gardu semakin masyhur, keinginan orang di sekitar untuk menjadi anggota dalam karya mulia itu bertambah besar. Dengan suka rela mereka menyediakan waktu dan uang, hingga anggota baru diterima, kapal baru dibeli dan awak baru dilantik. Gubug juga diganti dengan rumah yang sesuai, yang layak mengurusi kebutuhan mereka yang diselamatkan dari laut.
Karena kapal karam tidak terjadi setiap hari, tempat itu menjadi tempat berkumpul yang disenangi orang. Dengan berjalannya waktu para anggota begitu terlibat dalam kesenangan, hingga mereka kurang berminat lagi untuk menolong, meskipun mereka memakai simbol penolong sebagai tanda pengenal. Sebetulnya, setiap kali ada orang yang harus diselamatkan dari laut; hal itu menjadi suatu kerepotan, sebab mereka itu kotor dan sakit dan menodai lantai berkarpet dan meja kursi. Kapal karam masih terjadi di daerah itu, tetapi rupanya tidak ada orang yang terlalu memperhatikannya.
---
Bertahun-tahun yang lalu, saat masih terjadi Perang Dingin, kita sempat melihat dengan jelas dunia yang kita tinggali bagaikan telur di ujung tanduk. Selama beberapa dekade kita hidup dengan pengetahuan bahwa manusia telah menciptakan senjata-senjata pamungkas yang setiap saat sanggup menyapu semua bentuk kehidupan di bumi. Namun, ketika Perang Dingin berakhir kita menghadapi tatanan dunia baru yang tak kalah mengerikan. Kondisi dunia secara global semakin tidak aman bagi kehidupan manusia, sering terjadi berbagai bencana alam yang menelan banyak korban jiwa, pemanasan global dengan efek berantainya hingga anomali cuaca yang terjadi di berbagai belahan dunia. Keadaan itu semakin diperparah dengan banyaknya ancaman konflik yang mengarah pada tindak kekerasan. Konflik semacam ini banyak terjadi di berbagai tempat di dunia. Tak jarang konflik itu kemudian tampil dengan wajah yang kejam dan penuh kekerasan dan membuah peperangan, pembunuhan warga sipil tak berdosa hingga pembersihan etnis atau genocide. Generasi-generasi sebelum kita tampaknya telah merasakan bahwa akhir dunia telah dekat, sedangkan kita tampaknya telah menghadapi masa depan yang semakin tak terbayangkan. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa kita telah memasuki “masa akhir dari dunia kita.” Ya, segala sesuatu yang berawal pasti akan berakhir, demikian juga dengan dunia kita, dan kenyataan-kenyataan yang ada telah menunjukkan secara meyakinkan bahwa kita telah berada di akhir zaman.
Kenyataan bahwa kita hidup di akhir zaman, mengingatkan saya pada Amanat Agung Yesus Kristus, “… pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:19-20). Masih relevankah Amanat Agung itu pada masa akhir ini? Sementara gereja-gereja di Eropa yang nota bene adalah gereja yang dahulu pernah mengutus para misionaris ke berbagai penjuru dunia telah ditinggalkan oleh jemaatnya. Bangku-bangku kosong saat ibadah berlangsung telah menjadi pemandangan biasa. Banyak gedung gereja yang ditutup dan beralih fungsi karena tidak ada lagi umat yang datang beribadah di situ. Gagasan tentang Tuhan yang mati tersalib untuk menebus dosa manusia tidak lagi mempunyai nilai jual di sini. Orang-orang yang terpukau dengan kecanggihan teknologi informasi lebih tertarik kepada mistisisme timur, psikologi populer dan kelas-kelas pengembangan diri. Buku-buku bertema latihan yoga, petunjuk meditasi, cara meningkatkan potensi pribadi selalu laris di pasaran. Alih-alih menjalankan Amanat Agung, atusiasme mereka terhadap kegiatan keagamaan telah tergerus oleh arus zaman yang tidak lagi mempercayai TUHAN sebagai pencipta langit dan bumi. Mereka telah meragukan keberadaan Tuhan dan menganggap beriman kepada Tuhan sebagai sesuatu yang membuang waktu dan tak berguna.
Pertanyaan tentang relevansi Amanat Agung semakin menggelitik saya untuk menyelidikinya lebih lanjut, namun saya terkejut ketika membaca kembali Amanat Agung di Injil Matius. Pembacaan itu saya mulai dari Matius 28:16, ”Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan ..." Ayat 17b mencatat, justru ketika Yesus mengetahui beberapa orang masih ragu-ragu, Ia memberikan Amanat Agung itu kepada mereka. Tuhan Yesus tidak menunggu mereka percaya dulu baru memberi sabda. Tuhan menempatkan Amanat Agung-Nya sebagai sesuatu yang penting. Siap atau lengah, percaya atau ragu-ragu, amanat itu tetap harus dijalankan.
Orang-orang yang hadir ke sebuah bukit di Galilea bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka adalah 11 dari 12 murid pilihan Yesus. Sekelompok orang yang berada di lingkaran dalam, orang-orang yang lebih dekat kepada Yesus dibandingkan orang lain yang sekedar ‘pernah’ melihat Yesus, ‘pernah’ mendengar khotbah-Nya atau ‘pernah’ mengalami mujizat yang Yesus lakukan. Mereka adalah orang-orang yang harusnya memiliki komitmen lebih dari pengikut lain. Hidup setiap hari bersama Yesus, mengikuti Yesus ke mana pun Ia pergi, menyimak setiap khotbah-Nya dan takjub dengan mujizat-mujizat-Nya. Paling tidak, mereka telah mendengar atau melihat langsung penampakan Yesus sesudah kebangkitan-Nya. Karena itu ketika menemukan frasa “beberapa orang ragu-ragu” saya benar-benar terkejut. Sedang Yesus yang telah mati dan bangkit itu ada di depan mereka, bisa dilihat dan diraba, mereka masih tidak percaya. Bukankah hal itu sama dengan keadaan dengan dunia sekarang ini? Dunia yang ragu-ragu dan tidak percaya? Dari satu point ini saja, kita langsung melihat bahwa Amanat Agung masih relevan bagi dunia kini.
Ketika Tuhan Yesus menutup amanat-Nya dengan sebuah janji “…Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Janji itu diawali dengan ungkapan penegasan ‘dan ketahuilah’, untuk menguatkan iman mereka dan menarik perhatian mereka. “Perhatikanlah janji ini baik-baik, supaya kamu bisa yakin teguh dan bisa bertahan.” Bantuan yang dijanjikan kepada mereka: Aku menyertai kamu. Bukannya, aku akan menyertai kamu, tetapi aku sedang menyertai kamu – ego eimi. Seperti halnya Allah mengutus Musa, demikianlah Kristus mengutus rasul-rasul-Nya dengan sebutan ini: Aku. Aku menyertai kamu sebagai sekutu yang mendampingimu, berdiri di pihakmu, menyokongmu, untuk menjadi pembelamu dan dengan tetap hati menolongmu. Penyertaan Yesus akan berlangsung secara terus menerus dan tak berkesudahan sampai akhir zaman, sampai kesudahan segala sesuatu.
Lalu, apakah alasan Yesus memberikan Amanat Agung? Ada banyak alasan yang bisa kita temui di seluruh Alkitab, dari Injil Matius saja, saya mendapati setidaknya tiga alasan:
1. Tuaian banyak pekerja sedikit (Mat 9:37)
Keadaan manusia di akhir zaman ini sama seperti domba-domba yang kehilangan gembala, mereka tercerai berai, lari ke sana ke mari tanpa mengetahui arah yang dituju. Mereka juga tidak mengetahui apa yang mereka cari, padahal Allah telah menanamkan bibit-bibit iman di hati manusia. Setiap pribadi manusia diciptakan untuk mendambakan Allah. Allah telah menanamkan kekekalan dalam diri manusia.
Karena manusia tidak mengetahui apa yang mereka cari, maka orang Kristen, yaitu orang-orang yang telah mengenal Jalan, Kebenaran dan Hidup harus menuntun orang yang belum mengenal Yesus kepada-Nya. Yesus menganggap orang-orang bukan hanya sebagai domba tetapi sebagai tuaian. Domba-domba memerlukan gembala dan tuaian harus dituai atau dikumpulkan. Untuk mengumpulkan tuaian diperlukan para penuai, semakin banyak tuaian mestinya semakin banyak pula para penuainya supaya buah yang telah siap dituai tidak menjadi busuk. Melalui Amanat Agung, Yesus mengundang semua orang percaya untuk mengumpulkan semua orang dari segala bangsa untuk datang kepada-Nya untuk dapat menikmati karya keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus. Segera. Dalam tempo sesingkat-singkatnya.
2. Mengasihi sesama manusia (Mat 22:39)
Akibat dosa, kasih menghilang dari kehidupan manusia. Manusia yang diciptakan serupa dengan gambar Allah rindu akan kasih. Kasih akan menyembuhkan penderitaan manusia yang disebabkan oleh dendam dan kebencian. Manusia mengejarnya dengan berbagai upaya tetapi tidak berhasil. Manusia telah terpisah dari Allah sumber kasih. Untuk mengembalikan relasi dengan Allah, manusia harus beriman kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus telah merangkum hukum Taurat menjadi hukum Kasih. Inti Pengajaran Yesus adalah kasih, dan Ia telah membuktikan kasih-Nya dengan kematian di atas kayu salib. Melaksanakan Amanat Agung dan memberitakan rahmat Tuhan kepada manusia adalah bukti kasih kita kepada sesama manusia.
3. Penghakiman Terakhir (Mat 25:31-33)
Bahwa akan ada penghakiman di kemudian hari adalah kenyataan yang harus dihadapi setiap orang. Manusia hidup sekali, sesudah itu dihakimi. Penghakiman ini akan memutuskan nasib setiap orang untuk dibawa kepada kebahagiaan atau kesengsaraan kekal, dan mereka juga akan menerima balasan setimpal dengan apa yang dilakukan dalam kehidupan sekarang.
Penghakiman yang mulia itu merupakan pengadilan umum. Semua orang harus dikumpulkan di hadapan tahta pengadilan Kristus. Semua orang dari segala abad, dari permulaan sampai akhir dunia ini, dari semua tempat di bumi ini, bahkan dari sudut-sudut terpencil dunia yang tak dikenal. Setiap orang akan dipisahkan berdasarkan satu kriteria saja: kudus atau berdosa. Pemisahan itu akan tinggal tetap kekal sampai selama-lamanya, dan kekekalan umat manusia akan ditentukan oleh pemisahan tersebut.
Supaya lepas dari penghukuman kekal, manusia harus dikuduskan. Dosa manusia harus ditebus. Yesus yang telah mati untuk menebus dosa-dosa manusia harus diperkenalkan kepada semua orang. Dengan memberikan Amanat Agung, Yesus hendak melibatkan semua orang percaya untuk membawa sebanyak mungkin orang ke dalam kumpulan domba-domba yang akan menikmati sukacita kekal bersama-Nya.
----
Di tengah dunia yang semakin ragu dan tidak percaya ini, Amanat Agung bukanlah bahan untuk diperdebatkan. Tuhan Yesus telah menempatkannya sebagai sesuatu yang penting dan mendesak. Mempunyai prioritas tinggi. Sampai kapan pun, keraguan akan tetap ada. Tetapi mengingat tuaian sudah menguning dan Ia berjanji untuk menyertai kita hingga akhir zaman, orang Kristen harus selalu antusias menjalankan Amanat Agung. Sebagai institusi, gereja pun harus menetapkan misi sebagai kebutuhan yang penting dan mendesak. Jika tidak, perumpamaan oleh Anthony de Mello di awal tulisan ini menjadi kenyataan yang tak terelakkan.
I'm ready, sir!!!!!!!
BalasHapus